Kali ini aku akan cerita tentang buku yang baru saja aku selesai baca, judulnya adalah "Rindu" yang pastinya karya Tere Liye. Mau tahu apa keseruannya? Yuk langsung saja kita review!
***
"Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja”
***
Judul: Rindu
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Sabak Grip Nusantara
Cover oleh: Saya Tidak Tahu
Jumlah Halaman: 544 hlm
Ukuran: 20 cm
***
Kisah ini tentang 5 pertanyaan dari penumpang haji pada tahun 1938. 5
pertanyaan dan 5 jawaban. Apa semua jawaban dijawab menggunakan lisan? Nanti kita tahu sendiri.
Entah tokoh utama di cerita ini siapa. Banyak. Pokoknya, pada sebuah perjalanan haji menaiki kapal Bliter Holand, seorang anak kecil bernama Anna kehilangan tas birunya yang berisi baju-baju miliknya. Tapi mereka tenang karena setiba di Surabaya mereka akan beli baju baru.
Kapal itu dimulai dari Makassar. Ketika semua sudah masuk, tiba-tiba ada seorang calon kelasi yang baru melamar pekerjaan. Kapten kapal, Kapten Philips, menerimanya. Namanya Ambo Uleng. Dia menjadi kelasi kapal. Amat pendiam. Tidak pernah bicara panjang. Dia sekabin dengan kelasi dari Belanda bernama Ruben si Boatswain.
Saat kapal berlabuh di Surabaya untuk mengangkut penumpang dari sana, mereka turun. Anna riang hendak beli baju bersama Daeng Andipati ayahnya, Elsa kakaknya, dan ibu mereka nunggu di kabin karena sedang hamil. Tapi ketika belanja, kerusuhan terjadi. Pistol ditembakkan. Semua kocar-kacir dari pasar Turi. Daeng Andipati cemas. Hanya Elsa yang ditemukan. Anak bungsunya entah di mana.
Akhirnya menjelang berangkat lagi kapal, Anna datang digendong Ambo Uleng. Kelasi pendiam yang selalu disapa Anna dengan panggilan Om Kelasi setiap sarapan. Ambo dirawat karena kelelahan. Anna sudah sehat.
Langsung saja kita ke pertanyaan pertama. Datang dari seorang guru ngaji sementara anak-anak di kapal. Namanya Bonda Upe. Bonda Upe sangat jarang keluar kabin, hanya saat shalat dan mengajar mengaji saja. Kenapa? Jawabannya datang ketika mereka turun untuk makan di Batavia.
Ada seseorang yang memanggil Bonda Upe dengan sebutan "Ling Ling". Tiba-tiba Bonda Upe lari. Enlai, suaminya ikut mengejar. Tahu apa yang terjadi. Mereka kembali duluan ke kapal.
Besok-besoknya, pertanyaan dari Bonda Upe terjawab oleh Gurutta Ahmad Karaeng, seorang ulama yang juga sedang melakukan perjalanan suci ini. Apa pertanyaan dan apa jawabannya? Baca sendiri.
Kemudian, beberapa hari kedepannya, Daeng Andipati, Gurutta, dan Ruben si Boatswain mengobrol di kantin. Ruben bertanya apa itu kebahagiaan sejati. Gurutta menyuruh Daeng Andipati yang jawab. Daeng Andipati berkata bahwa dia memang terlihat bahagia, tapi aslinya tidak seperti itu.
Malam berikutnya, saat Daeng Andipati singgah sebentar di kantin dan ketemu Ambo Uleng, terjadi sebuah penyerangan serius. Daeng Andipati diserang secara tiba-tiba. Untunglah Ambo Uleng datang. Daeng selamat. Saat Ruben memberi tahu siapa yang menyerangnya, Daeng menemui seorang itu di penjara dan langsung berteriak padanya.
Pulang dari sel, Daeng Andipati akhirnya bercerita apa pertanyaan yang selalu ada di hatinya, mengganjal. Membuatnya ragu apakah hajinya akan diterima, sama seperti Bonda Upe. Gurutta kembali menjawab. Dan Ruben paling kaget. Seorang yang disangkanya amat bahagia, ternyata menangis saat dijelaskan Gurutta.
Kemudian hari, saat Gurutta makan telat seperti biasa, Ambo Uleng bertanya apakah Gurutta pernah jatuh cinta. Maka Gurutta menceritakan pengalamannya saat muda yang jatuh cinta berakhir menyakitkan. Tapi bukan itu pertanyaan Ambo Uleng. Sebelum Ambo Uleng, ada satu yang lebih dulu bertanya.
Ada pasangan sepuh termesra di satu kapal Bliter Holland, namanya Mbah Kakung Slaet dan Mbah Putri Slamet. Mereka benar-benar paling romantis, padahal usianya 80-an. Setiap hari selalu bermesraan. Mbah Kakung yang pelupa dan pendengarannya kurang baik (yang bikin Anna jengkel setiap makan di kantin) hnya ingat tanggal dan tahun ia menikah dengan Mbah Putri.
Sampai suatu ketika, Mbah Putri meninggal saat sujud shubuh. Histerislah satu kapal. Sejak itu Mbah Kakung jadi tidak mau makan. Dia sedih karena kekasih hatinya dilempar ke laut, padahal ia ingin dimakamkan bersebelahan. Akhirnya Mbah Kakung bertanya, kenapa harus sekarang? Kenapa enggak pas pulang dari haji saja? Gurutta kembali menjawab.
Lalu, pertanyaan keempat diajukan oleh Ambo Uleng. Masih ada kaitannya dengan jatuh cinta. Itulah kenapa Ambo Uleng sangat pendiam. Dia sedang patah hati. Ambo menjelaskan cerita mengapa ia patah hati pada Gurutta. Pertanyaannya, apakah masih ada harapan baginya untuk merebut kembali gadis yang ia cintai? Gurutta tidak menjawab pasti, tapi menentramkan Ambo Uleng.
Suatu hari, kapal dirampok oleh perompak. Nama kapten perompak itu Asad. Saat itulah, pertanyaan muncul dari seorang yang selama ini selalu menjawab, menenangkan, dan menjanjikan penumpang haji yang keresahan. Gurutta Ahmad Karaeng. Ambo Uleng memintanya memimpin perlawanan pada perompak. Namun Gurutta ragu dan memutuskan tidak.
Ambo Uleng berkata, ia paham kenapa Gurutta tidak mau. Karena Gurutta ingat kejadian cintanya. Karena perang melawan Belanda-lah makanya kekasih hatinya meninggal. Ambo Uleng berkata bahwa ini penting. Jika ingin merdeka, relakan jiwa. Jika ingin bebas, tukar dengan nyawa. Gurutta amat berterimakasih pada kelasi yang dulu amat pendiam sekarang pemberani, menunaikan tugasnya sebagai pelaut sejati.
Bagaimana ending-nya? Semua brilian. Semua menakjubkan. Kalau aku jelaskan di sini, kalian jadi ga baca deh bukunya. Jadi bacalah. Ini hanya sekedar referensi kalian kalau mau beli atau baca buku Rindu ini. Trims!
Komentar
Posting Komentar