Review Buku Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela

Rumah Tanpa Jendela, adalah sebuah karya dari Asma Nadia, yang bergenre fiksi. Hmm ... tentang apa ya, buku karya penulis terkenal ini? Yuk langsung saja kita review!



***

Sinopsis

Bukan besarnya rumah atau luas halaman dari balik pagar yang rendah yang memesona Rara, melainkan jajaran pot-pot cantik yang ditaruh di depan jendela-jendela besar rumah tersebut.

    Belum pernah Rara melihat jendela semedikian indah.

    Mulai hari itu, ia punya sesuatu untuk diimpikan. Bapak dan Ibu harus tahu.

    Rara adalah gadis periang yang suka bermain. Ia dan teman-temannya suka bermain di pinggir-pinggir jalan saat istirahat mengamen, di bawah derasnya hujan, juga di pekuburan tengah kota Jakarta yang menjadi lingkungan tempat tinggalnya. Sebagai gadis kecil, ia merasa tak kekurangan apa pun, apalagi orangtuanya tak pernah memarahinya seperti ibu-bapak teman-temannya.

    Tapi ada satu mimpi Rara yang ingin sekali ia wujudkan. Sebuah mimpi sederhana, untuk memiliki jendela. Ia ingin sekali bisa tetap melihat hujan, dan tak harus menyalakan lampu ketika siang meski pintunya ditutup. Namun Rara tak tahu, keinginan sederhananya diam-diam membuat pusing orang-orang terdekatnya hingga gadis kecil itu harus membayar mahal agar mimpinya terwujud.

***

Rara adalah seorang gadis yang periang. Usianya 9 tahun saat itu, dia tinggal di Menteng Pulo, Jakarta. Di tumpukan sampah dan bawah kolong jembatan tol, Rara tinggal. Pekerjaan gadis periang itu setiap harinya adalah mengojek payung atau mengamen bersama teman-temannya, Akbar, Yati, dan Rafi.

    Akbar adalah anak yang sangat semangat. Entah apa penyebabnya, bajunya seperti kekecilan sehingga selalu terangkat ketika berbicara dengan penuh semangat pada teman-temannya.

    Yati adalah anak dengan banyak adik. Dia bermain dan bekerja selalu membawa satu atau dua orang adiknya. Yati sering sekali dipukuli oleh Ibunya, yang membuat Rara bersyukur punya orang tua yang baik padanya.

    Sedangkan Rafi, anak itu amat gagap dalam berbicara sehingga mendapatkan ejekan-ejekan dari Akbar yang sebenarnya bercandaan bagi mereka. Rafi tak pernah marah, malah ikut terkekeh ketika Akbar sahabatnya usil menimpal-nimpal omongannya yang gagap.

    Ritual mereka adalah, selepas mengamen, bermain atau mengojek payung ketika hujan, berteduh sambil menatap kaca restoran padang yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Mereka berempat selalu berangan-angan bisa makan sesuatu dari restoran tersebut, tapi uang hasil kerja mereka belum cukup.

    Oh ya, kita belum membahas satu hal penting. Rara suka sekali menggambar, dia suka menggambar sebuah kotak segi empat dengan pintu tanpa jendela. Itu gambar rumahnya, dan Ibunya selalu terdiam ketika Rara memamerkan gambarnya.

    Wajar di tempat tinggal mereka tak ada yang memakai jendela di rumahnya. Toh dia tinggal di dekat pembuangan sampah dan sering digusur, jadi selama ada tempat berteduh, maka itu harus disyukuri.

    Tapi gambar Rara soal rumahnya itu mulai berubah ketika ia melewati rumah dekat dengan sekolah bersejarah, yang menurut Rafi itu sekolahan Obama, mantan Presiden Amerika.  Rara terdiam menatap rumah tersebut, dengan rumpun melati di halamannya. 

    Bukan, dia bukan melihat indahnya bagunan tersebut atau halamannya yang luas, tapi Rara terpaku melihat rumah dengan jendela tersebut. Jendela yang besar, dihiasi dengan pot-pot cantik.

    Pulangnya, Rara langsung menghambur ke Bapak dan bilang bahwa dia ingin punya jendela. Bapak dan Ibu hanya tertawa menanggapi tingkah Rara.

    Singkat cerita, seorang wanita perempuan cantik berkerudung mendatangi satu-satu rumah penduduk yang punya anak usia sekolah. Ternyata beliau akan membangun taman baca sekaligus sekolah singgah bagi anak-anak di Menteng Pulo tersebut.

    Tak terkecuali Rara yang akhirnya duduk di bangku sederhana, di sebuah bangunan yang cukup cocok untuk dijadikan tempat belajar. Yati, Akbar, dan Rafi juga tidak ketinggalan. Seperti biasa, Yati tetap membawa adiknya yang masih kecil.

    Bu Guru Alia, mereka memanggilnya. Gadis yang berusia dua puluh tahunan itu tersenyum menawan. Rara dan teman-temannya tak berkedip memandang guru itu.

    Bu Alia mengajarkan cara berdoa yang baik untuk Rara. Oh ya ... saat Rara sekolah, Ibunya sudah meninggal. Ia tinggal bersama Bapak, Simbok, dan Bude Asih yang akhirnya diusir Bapak karena bekerja sebagai pelacur.

    Makanya ... Rara ingin punya cara berdoa yang baik agar bisa mendoakan Ibunya, dan satu lagi, ingin punya jendela. Kata Bu Alia, cara terbaik berdoa adalah sudahi dengan Al-Fatihah dan shalawat pada Nabi SAW.

    Singkat cerita, Rara mempunyai teman kaya baru bernama Aldo. Itu dikarenakan, sewaktu habis mengojek payung, Rara hampir ditabrak mobil. Lalu Nenek Aldo dan Aldo yang menyaksikan, segera membawanya ke rumah sakit.

    Aldo anak autis. Ngomongnya seperti Rafi, tergagap-gagap dan pandangan matanya tak fokus. Juga selalu berteriak jika bicara. Hanya Neneknya yang begitu memperhatikannya, serta sopir, pembantu, dan Kak Adam, kakak sulungnya.

    Kak Andini, kakak keduanya, selalu berusaha menyembunyikan Aldo setiap teman-temannya datang ke rumah. Hal ini sama dilakukan Papa dan Mama. Mereka menganggap Aldo tidak ada istimewanya, dan bahkan Mama pernah berseru kesal yang membuat Aldo pergi dari rumah.

    Suatu saat, kebakaran hebat terjadi. Raga bapak Rara, sedang membeli jendela langsung mencari Rara dan Simbok. Mereka adalah tanggung jawab Bapak. Dan akhirnya Bapak meninggal, membuat Rara yatim-piatu. Simbok koma di rumah sakit.

    Kembali ke Aldo.

   Mama dan Andini adalah orang yang paling benci pada Aldo. Mama melapor pada Nenek bahwa cincinnya hilang sembari menuduh Rara dan teman-temannya yang menjadi teman Aldo belakangan ini yang mencurinya. Aldo yang mendengar terperangah. Dia merasa amat bersalah.

    Kakaknya Andini juga demikian. Saat Aldo menjamu Billy, teman Andini di rumahnya, sontak Andini berlari ke kamar dan mengurung diri. Aldo yang bingung hanya berdiri mendengarkan seru-seruan marah dan sedih Andini padanya.

    Aldo pun kabur ke rumah sakit tempat Simbok Rara di rawat.

    Adam adalah orang yang paling serius mencari Aldo. Bersama sang sopir keluarga kaya raya itu, mereka membuka mata mencari Aldo. Tapi Aldo sudah tak ada di rumah sakit tersebut, dia dan Rara sudah berlari menjauh ketika sepasang mata kecil Aldo menangkap sosok Kak Adam. Mereka berlari tak karuan di jalan raya.

    Akhirnya ditemukan Aldo dan Rara yang berlari dari kejaran orang gila dan berhasil dibawa Kak Adam dan Bu Alia yang beberapa jam terakhir ikut bersamanya mencari Aldo.

    Ketemu sudah Rara dan Aldo dan keselamatan mereka terjaga. Keluarga Aldo-pun menyesal dan menyayangi Aldo lebih dari yang lain karena merasa amat bersalah.

    Rara? Dia tinggal bersama Simbok dan Bude Asih yang sudah berhenti melacur di rumah punya keluarga Aldo yang sekarang dipercayakan pada mereka bertiga, dengan jendela besar di setiap sisinya.

    Itulah kisah Rara dan kawan-kawannya. Satu pesan yang bisa diambil adalah, jagalah pertemanan dan doa akan selalu dikabulkan, tapi tidak semua dikabulkan. Yang lebih penting terlebih dahulu yang akan didahulukan. Rara mengerti itu. Dia menjalani kehidupan yang baru bersama Simbok dan Bude Asih, serta selalu berdoa kepada Allah tentang orang tuanya yang sudah di alam kubur.

    ***
FAZ 12

Komentar